Bagaimana Rasanya Mengikuti Intensive Bootcamp di Tengah Kesibukan Kuliah Semester 5

Memasuki semester 5 adalah masa yang cukup sibuk bagi banyak mahasiswa—tugas semakin menumpuk, materi kuliah semakin berat, terlebih jika kamu mengikuti kegiatan organisasi malah semakin padat. Namun di momen seperti ini saya terlintas untuk mencoba sesuatu yang baru, yaitu mengikuti intensive bootcamp.

Awalnya saya ragu, mengingat jadwal kuliah saja sudah padat. Tapi pada saat itu saya menemukan informasi mengenai beasiswa pelatihan intensive dari Dicoding dan Accenture bernama Asah. Tanpa berpikir panjang, saya langsung mendaftar dan mengikuti seluruh tahap seleksi.

Dan ternyata…
Dari 15.000 pendaftar, hanya 2.000 yang diterima.
Saya cukup terkejut dan sangat bersyukur ketika mengetahui bahwa saya menjadi salah satu dari 2.000 orang tersebut.

Di sini saya memilih jalur pembelajaran React-Backend with AI yang mana mempelajari pengembangan full-stack web development dan dasar AI, program ini berlangsung selama kurang lebih 6 bulan yaitu Augustus sampai awal January.

Hal yang menarik bagi saya adalah di program ini kami tidak hanya dibekali dengan hard skill tetapi juga soft skill, seperti manajemen waktu, manajemen stress, cara berkomunikasi yang baik yang mendukung untuk pengembangan diri dalam persiapan dunia kerja, dan terdapat mentor yang selalu siap membantu ketika ada kesulitan. Kemudian terdapat capstone project yang mana tidak hanya sebagai sarana implementasi pembelajaran tetapi juga bisa sebagai portofolio.

Awal-awal ikut bootcamp, semuanya masih terasa aman. Materinya masih ringan, tugasnya pun belum terlalu banyak, dan ritmenya masih bisa saya ikuti sambil kuliah. Tapi setelah masuk ke bagian pembelajaran yang lebih dalam, barulah saya mulai “kerasa ketampar”.

Tiba-tiba:

  • Tugas kuliah numpuk
  • Jadwal kuliah makin padat
  • Project besar muncul bersamaan
  • Distraksi datang dari segala arah

Di fase itu, jujur saya hampir mencoba untuk menyerah. Rasanya kayak semua hal datang bersamaan dan enggak punya cukup waktu untuk ngerjain semuanya.

Tapi ada satu hal yang akhirnya bikin saya tetap bertahan:
Saya ingat komitmen yang saya buat di awal.

Kalau saya berhenti hanya karena mulai berat, berarti semua usaha dari awal cuma sia-sia. Akhirnya saya mencoba bertahan sedikit demi sedikit. Lama-lama, ritmenya mulai terbentuk, dan ternyata saya bisa juga menyesuaikan diri.

Di tahap akhir program, kami diwajibkan untuk membuat sebuah project sebagai bukti bahwa seluruh materi benar-benar dipahami. Selain itu, saya juga harus menyelesaikan 1 kelas lagi agar bisa benar-benar lulus.

Waktu itu masa kuliah sedang ramai-ramainya dengan tugas dan persiapan UAS—serasa seperti kuliah dua kali:

Kuliah dari pagi–sore, sisanya bootcamp sampai ketiduran wkwk.”

Walaupun melelahkan, tetapi ada kepuasan tersendiri setiap kali menyelesaikan 1 modul atau 1 project.

Ada banyak hal yang bisa saya ambil dari pengalaman ini:

1. Konsistensi lebih penting daripada merasa pintar di awal

Banyak peserta yang lebih jago dan lebih berpengalaman. Tetapi yang bertahan dan lulus adalah mereka yang tidak berhenti.

2. Manajemen waktu adalah skill yang wajib dimiliki

Tanpa manajemen waktu, mustahil menjalankan kuliah + bootcamp secara bersamaan.

3. Jangan takut memulai meskipun belum siap

Jika saya menunggu sampai “siap”, mungkin saya tidak akan pernah mendaftar bootcamp ini.

4. Tekanan membuat kita berkembang jauh lebih cepat

Materi yang biasanya saya pelajari berminggu-minggu, di bootcamp saya mempelajarinya dalam hitungan hari.

Untuk cerita perjalanan saya di program Asah bisa simak pada postingan LinkedIn:

https://www.linkedin.com/posts/hanif-abdusy_my-journey-with-the-asah-program-ugcPost-7377613540393672705-wd3k?utm_source=share&utm_medium=member_desktop&rcm=ACoAADfQM7QB2zltG26ekugLbhk-gRynIkpFzV0