Coding Bukan Lari Sprint, Tapi Marathon Tanpa Garis Finis

Dulu, saya pernah ada di fase di mana saya sedang asyik-asyiknya menekuni dunia pemrograman. Waktu itu saya sedang mendalami Web Development. Rasanya menyenangkan sekali saat baris kode yang saya ketik berubah menjadi tampilan visual di browser. Logika berjalan lancar, memecahkan masalah terasa seru, dan saya cukup percaya diri: “Oke, saya bisa ini.”

Tapi, rasa percaya diri itu menjebak.

Karena merasa sudah “bisa”, saya mulai terlena. Saya jarang coding. Saya jarang membuat project baru. Saya pikir skill itu akan tersimpan abadi di otak seperti file di hard disk.

Kenyataannya? Salah besar.

Saat Pisau Itu Menjadi Tumpul

Suatu hari saat saya mencoba kembali coding, saya kaget. Jari-jari saya kaku, logika saya macet, dan sintaks yang dulu saya hafal di luar kepala tiba-tiba terasa asing.

Di situlah tamparan keras menghantam saya: Skill coding saya sudah tumpul.

Saya menyadari satu kebenaran pahit tentang industri ini: Skill coding bukanlah ilmu yang dipelajari sekali lalu selesai. Ini bukan seperti belajar naik sepeda, yang sekali bisa akan ingat selamanya.

The Endless Marathon

Dunia teknologi bergerak dengan kecepatan cahaya. Framework yang populer tahun lalu bisa jadi usang tahun ini. Cara kita menulis kode hari ini mungkin akan dianggap “bad practice” bulan depan. Kita dituntut untuk terus beradaptasi.

Saya akhirnya paham bahwa menjadi programmer itu ibarat lari marathon, tapi bedanya, marathon ini tidak ada garis finisnya.

  • Kalau kamu lari sprint (belajar gila-gilaan seminggu) lalu berhenti lari selama sebulan, kamu akan tertinggal.
  • Yang dibutuhkan adalah lari pelan-pelan, tapi terus-menerus.

Menjadi “Lifelong Learner”

Dari pengalaman “skill tumpul” itu, saya mengubah total mindset saya. Kunci untuk bertahan dan menjadi ahli di bidang IT cuma dua:

  1. Be a Lifelong Learner (Pembelajar Seumur Hidup): Jangan pernah merasa cukup. Jangan pernah merasa sudah “tamat” belajar. Selalu ada ruang untuk upgrade ilmu, entah itu bahasa baru, clean code architecture, atau sekadar efisiensi algoritma.
  2. Konsistensi > Intensitas: Lebih baik coding 1 jam setiap hari secara rutin, daripada coding 20 jam di akhir pekan tapi hari-hari lainnya kosong. Konsistensi itulah yang menjaga ketajaman logika kita.

Bagi teman-teman yang sedang belajar coding, atau yang mungkin sedang vakum seperti saya dulu: Ayokk kembali ke track!.

Jangan biarkan skill kalian berkarat. Mulailah buat project kecil lagi. Baca dokumentasi lagi. Karena di dunia IT, berhenti belajar berarti siap untuk ditinggalkan zaman.

Mari nikmati marathon ini, langkah demi langkah.